Rabu, 09 Mei 2012
TUGAS MANDIRI TERSTRUKTUR
TUGAS
MANDIRI TERSTRUKTUR (TMT)
DAN TUGAS MANDIRI TIDAK TERSTRUKTUR(TMTT)
Hari masih pagi. Bel istirahat pertama baru dibunyikan.
Seorang teman tiba-tiba menyentuh lenganku. “Bu, aku mau curhat” katanya lirih
tapi sangat serius. Ekspresinya mengisyaratkan kalau ia tidak menginginkan
orang lain mendengar. Tak kalah serius aku cepat menoleh ke arahnya.
Kudengarkan curahan hatinya per kata tanpa sebuah pun terlewat. Ternyata ia sedang bimbang. Terlihat di
mejanya empat tumpukan buku tugas murid-muridnya. Masih ada empat dari enam
kelas X yang tugas-tugasnya belum dikoreksi. “Salahkah jika saya hanya
menandatangani tugas-tugas ini lalu saya masukkan ke daftar nilai tanpa saya
baca satu-satu dengan teliti?” akhirnya ia berterus terang.
Problem seperti di atas sering dihadapi guru-guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Bukan karena teman saya
seorang guru yang malas sehingga mengemukakan niatnya seperti itu. Bukan pula
karena ia lebih disibukkan oleh tugas-tugas domestik. Keputusan mengutarakan
keinginannya pada teman saja bisa diterjemahkan kalau ia ragu-ragu mengambil
keputusan. Artinya, ada sebuah idealisme
yang tidak mudah untuk diujudkan, ada sebuah masalah yang perlu dicari jalan
keluarnya, ada sebuah hambatan dalam mengekspresikan diri menjadi guru bahasa
Indonesia yang profesional. Ia sadar betul bahwa tugas-tugas yang telah
dikerjakan harus segera kembali kepada siswa. Para siswa ingin mengetahui
komentar atau nilai yang diberikan guru. Para siswa yang pernah memperoleh
nilai baik ingin mengulangi perasaan senang dan puasnya, sedangkan siswa yang
belum bagus ingin melihat perubahan atau perbedaan hasil setelah berusaha lebih
keras daripada sebelumnya. Tugas-tugas semakin menjadi beban guru jika
dikerjakan di buku tugas, bukan lembaran-lembaran lepas. Alasannya, buku tugas
akan digunakan setelah pembelajaran KD berikutnya.
Salah satu ciri implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Kendidikan (KTSP) adalah pemberian
tugas-tugas mandiri. Tugas ini terdiri atas tugas mandiri terstruktur (TMT) dan
tugas mandiri tidak terstruktur (TMTT). Kedua tugas mandiri ini diberikan
setelah siswa menyelesaikan suatu kegiatan belajar dalam sebuah mata pelajaran
tertentu.
Tugas mandiri terstruktur adalah tugas yang harus
diselesaikan seorang siswa dengan batas yang telah ditentukan oleh guru.
Misalnya tugas harus dikumpulkan pada pertemuan minggu berikutnya atau beberapa
hari setelah pembelajaran. Kegiatan tugas mandiri terstruktur merupakan
kegiatan pembelajaran yang mengembangkan kemandirian belajar peserta didik.
Guru berperan sebagai fasilitator, tutor, teman belajar. Strategi yang
disarankan adalah diskoveri inkuiri
dan tidak disarankan dengan strategi ekspositori.. Metode yang digunakan
seperti diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi,
eksperimen, observasi di sekolah, eksplorasi dan kajian pustaka atau internet,
atau simulasi.
Tugas mandiri tidak terstruktur merupakan tugas yang
diselesaikan dan dikumpulkan pada batas maksimum yang telah ditentukan oleh
guru dan siswa boleh mengumpulkannya kapan saja yang penting antara rentang
batas maksimum yang telah ditentukan. Misalnya tugas paling lambat satu minggu
sebelum ulangan tengah semester, satu minggu sebelum ulangan akhir semester,
atau dua minggu sebelum ujian nasional, dll. Strategi yang digunakan adalah diskoveri
inkuiri dengan metode seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.
Kompetensi dasar (KD) mata pelajaran bahasa Indonesia di
kelas X semester 2 berjumlah 18. Jika setiap KD diakhiri dengan pemberian tugas
mandiri terstruktur berarti ada 18 TMT yang
harus dikoreksi guru. Dalam satu semester biasanya dilakukan tiga kali ulangan
harian (UH). Seandainya tugas mandiri tidak terstruktur (TMTT) diberikan sekali
dalam satu semester, maka di semester 2 seorang guru bahasa Indonesia kelas X
harus mengoreksi pekerjaan siswa sejumlah 22 X 6 kelas X 32 siswa. Jumlah
tersebut belum termasuk ulangan tengah
semester (UTS) dan ulangan akhir semester (UAS). Jika disederhanakan ada 24
pekerjaan per siswa yang harus dikoreksi seorang guru bahasa Indonesia kelas X di
semester 2. Bisa dibayangkan betapa seorang guru bahasa Indonesia harus
menyediakan waktu untuk mengoreksi tugas sebanyak itu di samping tugas 24 jam
mengajar per minggu, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, melakukan
penilaian atau pengukuran kemajuan belajar siswa, menganalisis hasil ulangan,
memberikan remedial teaching dan memberikan program pengayaan, serta membuat
nilai rapor baik aspek pengetahuan,
keterampilan, maupun sikap setiap siswa yang diampu.
Dalam pendekatan Whole
Language dikatakan bahwa tidak setiap tugas selalu harus dikoreksi ,dibaca
teliti, atau dinilai satu-satu. Artinya, untuk beberapa KD guru dapat membagi
siswa dalam kelompok dan guru memberi nilai atau respons per kelompok. Lebih
baik tugas tetap diberikan walaupun tidak setiap tugas dibaca cermat dan
dinilai daripada siswa tidak melakukan aktivitas pembelajaran yang dituntut
setiap KD. Ini dilakukan agar setiap siswa memiliki kompetensi setiap KD. Guru wajib
memiliki kemampuan memilah tugas-tugas yang harus dikoreksi secara teliti,
satu-satu, dan diberi nilai serta tugas yang cukup ditandatangi dan diulas
secara klasikal atau kelompok. Begitu saya menjawab kegalauan seorang teman.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar